Just another WordPress.com weblog

Archive for April, 2009

ujian akbi

Skripsi ini mencoba melakukan penelitian terhadap perhitungan biaya rawat inap dari sebuah rumah sakit daerah batang baik dengan metode tradisional dan metode ABC . Metode yang digunakan dalam perhitungan biaya rawat inap rumah sakit adalah metode konvensional ( tradisional) yaitu dengan cara menjumlahkan baik biaya tetap maupun biaya variable. Dan yang dijadikan dasar unit perhitungan tarif jasa rawat inap adalah jumlah hari tinggal pasien rawat inap. Sedangkan tarif diperoleh dengan cara menambahkan harga pokok tiap kelas dengan prosentase laba menurut kelasnya. Prosentase tersebut sudah ditetapkan bagian manajemen rumah sakit yaitu : VIP 15%, Utama I 12%, Utama II 12%, Kelas I 10%, Kelas II 10 %, Kelas III disubsidi VIP 5%. Sedangkan dengan menggunakan metode ABC (activity based costing) memberikan perhitungan-perhitungan yang lebih akurat karena lebih memperhitungkan banyak factor. Perbedaan mendasar dalam kedua metode tersebut adalah cost driver (pemicu biaya). Tahap pertama saat menggunakan metode ABC adalah dengan mengelompokan beberapa aktivitas dan pusat aktivitas, kativitasnya adalah: Biaya perawatan, Biaya konsumsi pasien, Biaya listrik dan air, Biaya kebersihan, Biaya administrasi, Biaya service, Biaya Asuransi, Biaya penyusutan gedung, Biaya penyusutan fasilitas dan Biaya laundry yang terbagi menjadi beberapa pusat aktivitas yaitu: perawatan pasien ,perawatan inventaris, pemeliharaan pasien dan pelayanan pasien. Setelah itu adalah mengelompokan cost driver nya dengan rumus membagi jumlah aktivitas dibagi cost driver. Setelah itu Membebankan biaya ke produk dengan menggunakan tarif cost driver dan ukuran aktivitas dengan cara Pembebanan biaya overhead dari tiap aktivitas ke setiap kamar dihitung dengan rumus sbb:

BOP yang dibebankan =Tarif/unit Cost Driver X Cost Driver yang dipilih. Dengan Mengetahui BOP yang dibebankan pada masing-masing produk, maka dapat dihitung tarif jasa rawat inap per kamar perhitungan tarif masing-masing tipe kamar dengan metode ABC dapat dihitung dengan Rumus sbb:

Tarif Per Kamar = Cost Rawat Inap + Laba yang diharapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan metode ABC, apabila dibandingkan dengan metode tradisional maka metode ABC memberikan hasil yang lebih besar kecuali pada kelas VIP dan Utama I yang memberikan hasil lebih kecil. Hal ini disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk. Pada metode akuntansi biaya tradisional biaya overhead pada masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead. Sedangkan pada metode ABC, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metode ABC, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas kesetiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.jawaban1 dan 2 disini

bassel 2

The second bassel has comed

Bank merupakan suatu perusahaan yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah surplus kas ke pihak-pihak yang membutuhkan / defisit kas. Jika sebuah bank mengalami kegagalan, dampak yang ditimbulkan akan meluas mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvestasikan modalnya di bank, dan akan menciptakan dampak luas secara domestik maupun pasar internasional. Karena pentingnya peran bank dalam melaksanakan fungsinya maka perlu diatur secara baik dan benar. Hal ini bertujuan untuk menjaga kepercayaan nasabah terhadap aktivitas perbankan. Salah satu peraturan yang perlu dibuat untuk mengatur perbankan adalah peraturan mengenai permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Contohnya: Modal pada bank digunakan apabila ada piutang-piutang bank yang tidak dapat ditagih, dengan adanya modal tersebut bank tidak kekurangan likuiditasnya sehingga tidak mengalami gangguan dalam menjalankan tugasnya. Mengingat pentingnya modal pada bank, maka pada tahun 1988 BIS(base for international settlement) mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the 1988 accord (Basel I). Sistem ini dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi resiko kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum bank adalah 8% berdasarkan credit risk dan market risk. Komite Basel merancang Basel I sebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur (peminjam tidak dikategotikan berdasarkan kemampuannya membayar cicilan). Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan modal yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko yang dimiliki oleh masing masing individu nasabah. Maka dari itu dengan bergulirnya waktu BIS sebagai pembuat peraturan perbankan melihat bahwa keadaan ini tidak baik jika dibiarkan maka BIS menyempurnakan lagi ke basel 2. Basel II dibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accord yang memberikan kerangka perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko di bank. Hal ini dicapai dengan cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit dan juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian akibat kegagalan operasional. Basel II bertujuan meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem keuangan,yang berbentuk 3 pilar dengan menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis resiko( baik dari segi modal maupun segi asset bank yang beresiko), pengawasan dan pengungkapan, dan market discipline. Dengan dikeluarkannya basel 2 ini maka semua bank yang ada di Indonesia harus bekerja lebih giat lagi karena perhitungan modalnya lebih kompleks, pengawasan nya juga dilakuakan oleh badan independen yang menilai secara objektif serta masyarakat juga turut campur tangan dalam mengawasi bank agar terjadinya market discipline. 1.Perhitungan permodalan berbasis resiko Dalam basel 1 perhitungan CAR (capital adequacy ratio) secara sederhana yaitu: MODAl (tier 1+ tier 2) ATMR (eksposur *tingkat resiko) (aktiva tertimbang menurut resiko), dan hasil pembagian tersebut minimal 8% Pada basel 1 modal dibagi menjadi 2: a. (Tier 1)Modal inti yang benar-benar disetorkan ke bank dalam bentuk ekuitas dan cadangan yang dilaporkan dalam bentuk retained earning yang ditampilkan di laporan keuangan bank. b. (Tier 2)Modal yang didapat dari ekuitas tapi bersifat supplementary capital : a. Cadangan yang tidak dilaporkan tetapi tetap diketahui oleh pengawas sector perbankan b. Revaluasi asset sesuai standar akuntansi di negaranya c. Cadangan untuk potensi kredit macet d. Modal dalam bentuk instrument pasar e. Pinjaman dalam jangka lebih dari 5 tahun Sedangkan ATMR nya ditentukan oleh BI berdasarkan subjektivitas BI, cth: jika bank membeli obligasi pemerintah tingkat resikonya 0, tetapi jika membeli obligasi swasta resikonya 1 inilah yang tidak baik dari basel 1 karena ATMR nya hanya didasarkan atas penilaian subjektivitas semata dari BI. Pada basel 2 perhitungan modal sama, tetapi perhitungan ATMR nya lebih kompleks dan tidak berdasarkan BI lagi, tetapi berdasarkan lembaga independen. Dan rumusan nya pun berubah yaitu menjadi sbb: TOTAL MODAL BANK (TIER 1 + TIER 2) RESIKO TERTIMBANG MENURUT RESIKO KREDIT+ 12,5 * MODAL RESIKO OPERASIONAL DAN PASAR Cth:suatu bank memiliki jumlah ATMR sebesar USD10 miliar, beban modal untuk risiko pasar sebesar USD300juta dan beban modal untuk risiko operasional sebesar USD100 juta. Kebutuhan modal minimum untuk bank tersebutadalah: = (USD 10 miliar + 12,5 x (USD300 juta + USD100 juta) x 8% = USD1,2 miliar . Hal ini berarti bank tersebut harus menyediakan modal sekurang -kuranganya USD1,2M. 2. Pengawasan dan Pengungkapan Dengan adanya pilar 1 maka pengawasan akan bank harus lebih ketat. Dan lebih menekankan pada proses review dalam rangka pengawasan yang bertujuan untuk memastikan bahwa bank mempunyai dan menjaga tingkat permodalan yang sepadan dengan profil resiko mereka. Dan pengawas juga mempunya hak untuk dapat meminta bank menaikan modal mereka seperti memperkuat manajemen resiko terkait atau praktek-praktek lainnya. Jika diperlukan rasio yang lebih tinggi, pengawas perlu melakukan intervensi jika modal bank berada dibawah batasan tersebut. 3. Market Discipline Pilar 3 menetapkan persyaratan pengungkapan yang memungkinkan pelaku pasar untuk menilai informasi-informasi utama mengenai cakupan resiko, modal, eksposur resiko, proses pengukuran resiko dan kecukupan modal bank. Pengaplikasian basel 2 akan sangat membantu perbankan Indonesia dalam membentuk bank-bank yang lebih kokoh transparan dan juga membantu bank agar dapat mempersiapkan terbentuknya bank internasional sesuai dengan persyaratan dari API( arsitektur perbankan Indonesia).